BUKIT Lawang merupakan bagian dataran rendah dari Gunung Leuser di Sumatera Utara dengan kondisi masih berupa rimba belantara dipenuhi oleh pohon-pohon bernilai ekonomis seperti damar, meranti dan kruing. Konon namanya berasal dari suatu bukit yang dipenuhi tanaman lawang.
Ketika sang mentari muncul, saat cahayanya mulai menghangatkan daun-daun pepohonan, berpadu dengan gemuruh sungai yang mengalir bak pita biru membelah kehijauan hutan, keindahan pagi hari di Bukit Lawang sulit digambarkan dengan kata-kata.
Daerah Bukit Lawang mulai dikenal pada tahun 1973, ketika dua orang ilmuwan zoologi dari Swiss membangun pusat rehabilitasi orang utan dengan tujuan untuk menampung dan melepaskan kembali orang utan peliharaan ke kawasan ini.
Karena orang utan ini mudah dilihat, selain juga sungainya yang indah, lama kelamaan pariwisata berkembang di sini. Berbagai fasilitas seperti penginapan, rumah makan dan warung cenderamata juga tumbuh dengan pesat. Puncaknya pada pertengahan tahun 1990-an, tingkat kunjungan wisatawan mancanegara terutama dari Eropa mencapai lebih dari 20.000 orang dalam setahun.
Namun setelah itu krisis moneter tahun 1998 datang ditambah banjir bandang yang menyapu Bukit Lawang pada tahun 2003, menghancurkan sebagian besar fasilitas dan menelan korban lebih dari 200 orang, kunjungan wisatawan pun menurun secara drastis. Kini beberapa tahun belakangan tempat ini mulai menggeliat kembali. Turis-tuns dari Eropa mulai berdatangan kembali.
Hanya berjarak sekitar 90 km dari kota Medan dengan kondisi jalan cukup minus saat ini, Bukit Lawang dapat ditempuh dalam waktu 3 jam dengan kendaraan bermotor dari Medan melalui Binjai.
Lokasinya berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Leuser, terletak pada ketinggian 100m-200m dari permukaan laut dengan kondisi bentang alam berbukit-bukit. Setibanya di sini, kita akan disambut dengan gemuruh suara air sungai Bahorok yang begitu jernih dan memancarkan warna kebiruan.
Di areal ini, terdapat berbagai warung makanan, barang cenderamata dan berbagai barang kebutuhan lainnya. Penginapan dan restoran terdapat di sepanjang kedua sisi sungai.
Macam penginapan cukup beragam dari yang menawarkan harga murah di bawah 100 ribu rupiah sampai yang cukup mahal di atas 250 ribu rupiah per malam. Menu yang ditawarkan di restoran juga cukup beragam, ada yang menyajikan makanan lokal atau menu makanan Barat.
Umumnya wisatawan domestik, dari Medan dan sekitarnya, menyukai lokasi di sekitar areal kedatangan yang ramai, sedangkan para turis mancanegara lebih memilih masuk ke arah hulu sungai, tempat penginapan lebih tenang dan sepi dapat ditemukan. Pada akhir pekan dan hari libur, Bukit Lawang dipenuhi oleh para wisatawan domestik yang datang untuk berekreasi dan mandi di sungai. Salah satu sungai yang sangat dikenal adalah Bahorok, sungai yang menawan mengalir di Taman Nasional Gunung Leuser.
Namun berkunjung ke Bukit Lawang lebih dari sekadar bermain air. Melihat orang utan adalah atraksi menarik lainnya terutama bagi para wisatawan asing. Sekalipun saat ini pusat rehabilitasi telah ditutup, tetapi kegiatan pemberian makan orang utan masih dilakukan pada pagi dan sore hari.
Untuk melihat kegiatan ini, kita harus berjalan ke arah hulu sungai sampai bertemu gerbang masuk Taman Nasional Gunung Leuser, kemudian dilanjutkan menuju lokasi pengamatan orang utan.
Menjelajahi hutan sambil berkesempatan menjumpai binatang liar lainnya seperti owa, monyet pemakan daun kedih, lutung, atau berjumpa dengan pohon-pohon berukuran besar, dapat menjadi kegiatan alternatif yang menyenangkan. Para pemandu menawarkan berbagai paket penjelajahan hutan untuk turis mulai dari 3 jam sampai menginap selama seminggu di dalam hutan.
Tidak heran mitologi orang-orang Gayo di dataran tinggi Aceh menyebutkan Leuser merupakan nirwana bagi satwa. Setiap binatang yang sedang menjelang ajal akan melakukan perjalanan ke arah gunung Leuser untuk mati di sana.
Terdapat dua suasana paling mempesona di Bukit Lawang. Pertama, suasana pagi hari ketika cuaca cerah. Pemandangan menatap ke sungai yang begitu biru berpadu dengan kesegaran dedaunan pepohonan dari cahaya kemerahan dari matahari terbit, merupakan pemandangan luar biasa.
Kedua suasana di sore hari yang merupakan waktu paling tepat untuk bermain di sungai, baik itu mandi-mandi, berenang atau mengarungi riam-riam dengan menggunakan ban dalam mobil atau dikenal dengan istilah tubing. Berapa lama pun kita tinggal di Bukit Lawang, tidak akan pernah merasa bosan dalam menikmati keindahan baik di pagi hari maupun keceriaan sore hari.
sumber : http://travel.okezone.com/read/2011/03/09/408/433117/pesona-indah-di-bukit-lawang
0 komentar:
Posting Komentar